Pages

Twitter

twitter @aulia_iskandar

Friday, October 11, 2013

Jurit malam dalam Makrab TI?

Kecewa

Itu adalah satu kata yang terlintas dalam pikiran gua ketika angkatan gua mengadakan rapat terakhir makrab TI. Gua yang sangat anti sama yang namanya "marah-marahin orang" sangat kecewa ketika mendengar akan ada sesi jurit malam yang melibatkan "marah-marah". Gua mendukung makrab ini, tapi gua kira udah pada komit untuk tidak melakukan apa yang senior sebelumnya lakukan kepada angkatan kami. Kesalnya gua karena gua udah berpikir meskipun ada jurit malam, setidaknya hanya akan membangunkan mereka dengan santai dan mengajak mereka dengan halus tanpa adanya teriakan-teriakan ga jelas pada malam hari, namun kenyataannya pada rapat terakhir, panitia acara mengumumkan klo bakal ada beberapa panitia yang bakal jadi "senior jahat" yang akan marahin adik-adik kelas pada malam hari dengan skenario buatan (sungguh drama queen banget menurut gua) untuk memojokkan adik-adik kelas dalam situasi dimana mereka akan merasa bersalah karena suatu hal. Ini ngga dewasa banget. Gua sangat menyesali keputusan acara yang sudah final tersebut (kalaupun gua protes, emang ada yang mau dengerin gua? -.-). Rasanya sangat sulit menyingkirkan kultur hazing yang ada di Indonesia meskipun temanya makrab (jelas melenceng 'makrab = malam keakraban' cih) sekalipun. Jadi teringat setelah pertama selesai di-makrab-in kakak kelas dulu, tekad beberapa orang sangat suci untuk melakukan makrab yang benar-benar akrab dengan adik-adik kelasnya, bahkan sampai ada wacana mau ngajak adik-adik kelas nanti buat main PES bareng. Wacana itu tampak lenyap tiada bersisa dalam rundown acara yang akan dilaksanakan ini. Terlihat atau tidak, sepertinya ada suatu tekanan yang menginginkan acara marah-marah tetap diadakan. Dengan berbagai alasan (sepertinya lebih tepat disebut pembenaran) yang membuat hal yang salah sekalipun menjadi benar mereka sudah memenangkan makrab ini, dari rasionalitas dan akal sehat (akal sehat? yaiyalah masa nyiapin skenario cuma buat mojokin adik kelas di tengah malam?). Selamat untuk yang berhasil, selamat untuk yang telah menarik jauh-jauh idelisme mereka dari makrab yang benar-benar akrab. Selamat!

Sunday, January 20, 2013

Idoling Harus Pakai Self-control

Idoling, kata ini menjadi akrab setelah beberapa bulan saya dicekoki suguhan-suguhan lagu dari idol group Jepang oleh dua orang teman saya, sebut saja Rizky dan Hadist. Sementara yang satu kalem nonton namun diam-diam ikut nyekokin saya, yang satu lagi secara aktif memberikan info mengenai kabar-kabar terbaru dari idol group favoritnya. Awalnya sih menolak, tapi setelah liat PV yang mereka punya, wow, lumayan terkesima dengan ke-kawai-an dan ke-kirei-an para anggota IG tersebut. Perlahan-lahan; pertama saya hanya mendengar lagu-lagu mereka, lama-lama, malah ikutan koleksi video, sampai punya member favorit; hahaha, ya sudah, akhirnya ikut keracunan idoling. Sampai pada suatu hari, beberapa minggu lalu --sampai sekarang--, laptop saya rusak (LCD pecah), akhirnya saya menghentikan kegiatan saya tersebut karena terpaksa. Saya hanya bisa mendengar lagu dari idol group favorit lewat internet saja akhirnya.

Perlu diketahui, teman saya ini dalam idoling, rela mengeluarkan banyak sekali uang untuk mendapatkan barang-barang original dari Jepang, nah kalau yang satu lagi, udah ngga tau berapa uangnya habis buat beli tiket nonton IG lokal. Saya sempat berpikir, "Waduh, parah juga nih, kalo gua ketularan sampai segininya, bisa habis gua.". Akhirnya dalam keadaan laptop rusak, saya tak mau menambah beban saya dengan berpikir untuk belanja barang IG. Saya akhirnya berpikiran bahwa boleh-boleh saja saya ikut idoling, namun, harus ada batasan, misal, saya membatasi diri saya untuk tidak mengeluarkan uang dalam idoling (beberapa orang pasti bilang ini ngga ada gregetnya), dan tidak menjadikan idoling sebagai prioritas utama dalam kegiatan sehari-hari, jadi jangan sampai karena idoling, aktivitas kita yang penting jadi terganggu, yang lebih produktif jadi terganggu. Apalagi kalau yang sudah sangat dalam di idoling, biasanya sulit sekali untuk keluar dari hal ini. Hanya sekedar mengingatkan buat teman-teman yang sudah idoling, keep support your oshi, tapi ingat dunia diluar sana ya!

Monday, April 30, 2012

My Face, My Own Lovely Face

Me, my face, my own face

My face. I don't know how to describe it. But here is some:
It is a mix of poverty, satisfaction, boredom, arrogance, loving, hating, foolishness, exhaust, sad, happiness, even a little blame of living and life. And also loneliness.
Well, that's it. I don't really understand the meaning of my face. Maybe you can get something if you stare it for sometime.

Friday, April 13, 2012

Kisah dari Dunia yang Berbeda


Kisah dari Dunia yang Berbeda

3 menit lagi H-2 UN. Kenapa aku belum tidur? Tampaknya ada yang berkecamuk dalam pikiran. Di ruang yang gelap ini aku berpikir, "Apa yang akan aku hadapi nanti?". Kepala memang terasa berat, namun mata tak mau menutup. Pikiranku bertanya dalam dalam rantai pertanyaan yang membentuk lingkaran. Tak kunjung habis itu pertanyaan. Mulai dari hal yang rumit, sederhana, prosedural, investigatif sampai konfidensial. Aku dibuat pusing olehnya. Harusnya kan aku tidak berpikir yang lain melainkan pelajaran yang akan diujikan. Sekarang nyamuk mulai berbaris ditanganku untuk menancapkan driller mereka menggali kulit mengambil darah, mengeksploitasi diriku hingga kerontang begini. Sama saja seperti manusia kita ini.

Di malam yang ngelantur ini aku berpikir tentang semua yang mereka kejar. Apa yang mereka kejar sampai dunia sesak begini? jawabannya mudah: harta. Dan parahnya mereka berusaha mempertahankan sistem mengejar harta itu. Sehingga ada korban yang mereka timbulkan. Aku korban mereka. Kalian semua juga. Kita ikut "penataran" yang mereka buat untuk menyiapkan kita menjadi "mereka" generasi selanjutnya. Lalu untuk apa harta itu? Apa kita juga menyiapkan generasi selanjutnya untuk mengejar harta itu? kenapa kita berputar-putar dalam lingkaran ini? Aku rasa sistemnya dari awal memang salah. Ya kalau sistem mereka ngga salah ya berarti otakku ini salah. Tapi aku yakin otakku ini masih bagus, cuma kalau pemikiran ya . . . siapa tahu?

Sistem yang ada membuat orang mencari uang setiap hari dengan sepenuh hati. Mereka rela berkorban waktu untuk mendapatkan kertas-kertas berharga itu. Bukan hanya waktu, tapi jiwa mereka juga telah kesedot dalam dimensi yang mereka ciptakan. Dimensi itu berjalan pada konstanta waktu yang lebih besar, lalu mereka disuruh mengerjakan sebanyak-banyaknya pekerjaan dalam dimensi itu. Bukan itu saja, di dalam sana juga ada guillotine yang siap memenggal kepala yang mereka sebut sebagai deadline, ada rajanya juga namanya boss, ada kacungnya juga dengan berbagai nama pada tempat yang berbeda-beda. Jadi di dalam sana kalau kita sudah tersedot nanti biar aku beri tahu dahulu mekanismenya, pertama, kamu akan mulai dari kasta terendah, kalau misalnya kamu cukup melengkapi persyaratan untuk memiliki kasta yang tinggi disana kamu juga tetap punya bos. Bahkan yang mereka sebut wirausahawan juga punya bos, namanya pelanggan. Kalau kamu rajin bekerja penuh 8 jam setiap hari dan ngga kena sama guillotine, maka kamu akan naik kasta yang membuat kamu justru harus bekerja 10 jam setiap hari. Lalu kalau kamu kena sama guillotine kamu bakal dikeluarkan dari dimensi tersebut. Kalau kamu bisa mantain untuk tetap disana sampai tua kamu bisa dapat harta diluar upah kerja kamu yang disebut pensiun atau pesangon, dan kamu juga harus keluar dari dimensi itu. Lalu harta itu untuk apa kalau waktu kita sudah habis untuk bekerja? Cuma untuk dikejar. Kalaupun kamu tidak mau ikut dalam dimensi tersebut tetap ada satu masalah: Yang menguasai dunia ini adalah sistem tersebut.

Ya semoga isme ngelantur diatas bisa bermanfaat untuk melihat kondisi kejiwaan saya sekarang, terima kasih sudah menyempatkan diri anda membaca.

Sedikit kutipan dari lagunya Noel Gallagher's High Flying Birds - The Death of You and Me:

High tide
Life is getting faster
And no one has the answer
I try to face the day down in a new way
The bottom of a bottle
Is every man's apostle
Let's run away together 


You and me
Forever we'd be free
Free to spend our whole lives, running
From people who would be
The death of you and me
'Cause I can feel the storm clouds
Sucking up my soul

Monday, November 15, 2010

Membuat Bom Asap


Setelah bosan bercurhat ria pada posting blog sebelumnya, kali ini saya akan membuat posting prosedur dengan judul "Membuat Bom Asap"

Sebelum memulai membuat bom asap, sebaiknya diperhatikan bahwa dalam membuat bom asap harus diperlukan kewaspadaan dan kehati-hatian yang tinggi dengan sedikit keterampilan.

Bahan:
-Potassium nitrate (KNO3)
-Gula Pasir
-Alumunium Foil
-Sumbu

Alat:
-Wadah untuk mengaduk larutan (e.g. panci, wajan, dll)
-Pembakar spirtus
-
Sarung tangan kain
-Gunting
-Stirrer

Cara memebuat:
-Campurkan potassium nitrate dengan gula pasir dengan perbandingan massa 2:5 di wadah pembakaran
-Panaskan dengan pembakar spirtus dengan api yang kecil sambil diaduk dengan stirrer. Aduk dengan hati-hati, karena jika api terlalu panas dan adoonan tidak diaduk dengan benar maka adonan akan terbakar dan menciptakan asap yang banyak. Karena itu disarankan untuk membuat adonan ditempat terbuka.
-Saat adonan sudah menjadi coklat kental (seperti karamel), tuang adonan di alumunium foil, lalu bentuk sesuka anda (jangan lupa pakai kaus tangan, karena adonan sangat panas). Jangan lupa bentuk sumbunya.
-Diamkan hingga adonan mengeras.
-Bom siap dipakai dengan membakar ujung sumbu yang ditanam dalam adonan.

Sebagai tambahan saya tidak bertanggung jawab atas kecelakaan yang ditimbulkan oleh kegiatan ini.

Semoga Bermanfaat!

Friday, November 5, 2010

Pengalaman Berharga

Kami baru selesai shalat Jum'at dan memakai alas kaki kami masing-masing. Aku dan teman-teman kelas bersama-sama mengambil sepatu masing-masing dan duduk di tepian untuk memakai sepatu. Setelah selesai, aku berdiri sambil mengulurkan tangan meminta bantuan teman untuk menarik tanganku, "Dam, bantuin gua". Adam menarik tanganku untuk berdiri bersama Ashfi. "Yah, harusnya lu lompat, yo", adalah kata perintah dari Adam, terakhir sebelum sebuah kejadian menimpa diriku. "Oh, iya, yaudah ulang, ulang", balasku. Ashfi bersiap, begitupun Adam.

Rombongan adik kelas wanita berjalan menyusuri jalur menuju masjid. Bibi pengurus dapur terlihat kembali menuju dapurnya di belakang masjid. Dan lelaki kembali ke kelas masing-masing sebelum sebuah hal menarik perhatian mereka. "Bruk", lututku lemas mengetahui kejadian ini. Semua orang memandangiku. Aku terjatuh dengan lutut dan tangan di bawah. Kepalaku hampir menabrak paving block yang terdapat di jalan. Aku hampir menabrak rombongan wanita yang menuju masjid. Aku gagal dalam melompat.

Aku sadar dan memaksa kakiku berjalan ke tepian terdekat. Aku duduk menahan rasa sakit yang tidak pernah kubayangkan. Aku meluruskan kakiku dan semua orang mengerumuniku termasuk bibi dapur. Pandanganku perlahan menghitam. Telingaku tak mendengar. Aku bingung. Aku merasakan keadaan buta dan tuli. Aku hanya mendengar orang-orang bersahutan berbicara. Aku memaksa mataku melihat, tapi semuanya gelap. Aku berpikir ini adalah efek dari jatuh tadi. Aku panik, tak tahu apa yang harus kulakukan. Hatiku bergumam, "Ya Allah jangan cabut penglihatan dan pendengaranku". Aku tak merasakan apa-apa. Aku berkata, "Gua gak bisa ngeliat!". Dan aku tahu kalau kerumunan semakin ramai, karena aku mendengan suara bising seperti kipas angin rusak semakin ramai di telinga. "Akh!", Aku semakin panik, penglihatan belum kembali. pendengaran semakin tidak jelas.

Sebuah kata muncul dalam pikiranku, "inilah hal terburuk yang pernah kualami". Aku yang tidak pernah merasakan kegelapan saat membuka mata, tidak pernah merasakan samarnya suara seorang kawan yang berjarak setengah meter dariku, merasa sedih, dan bercampur rasa panik. "Apakah tadi saat terakhirku melihat?", "Apakah aku mendapat status baru sebagai seorang penyandang cacat tuna rungu?", dan yang terakhir, "Apakah aku akan mulai pakai kursi roda?", adalah pertanyaan-pertanyaan dari kepanikan dalam benakku. Hampir seluruh kepanikan menguasai diriku dan membuat diriku gila, namun aku harus tegar. Hingga aku berhasil menguasai diri.

Tiba-tiba sebersit cahaya muncul dari mataku. Tepat di tengah mata. Lalu cahaya itu mulai melebar dan menyebar di seluruh mataku. Aku mulai bisa melihat semua orang yang mengerumuniku. Mereka menatap padaku. Aku berdiri. "Ayo balik ke kelas", aku berbicara pada teman-temanku yang kebingungan. Mereka merangkulku berdiri, karena kakiku masih sakit untuk digerakkan. Kerumunan mulai bubar. Aku belum bisa mendengar begitu jelas, namun aku mengerti apa yang mereka katakan.

Begitu sampai di kelas aku sudah mulai bisa mendengar. Mereka mengatakan semua hal yang terjadi saat aku tidak melihat dan mendengar. Mereka bilang kalau bibi menasihatiku untuk tidak melakukan hal yang berbahaya. Mereka juga bilang kalau mereka mengibas-ngibaskan tangan mereka diwajahku. Aku tidak menyadari hal tersebut hingga aku ingat kejadian terakhir sebelum tubuhku jatuh tadi. Adam menarik tangan kananku terlalu kencang dan terlalu lama, sementara Ashfi menarik tangan kiriku terlalu pelan, dan lepas sebelum Adam melepas tanganku, dan kakiku menopang terlalu sebentar. Aku terlempar, bukan melompat. Tidak seimbang. Dan aku jatuh dari ketinggian yang cukup tinggi untuk mendarat dengan tempurung lutut. Aku menyadarinya. Bahkan lompatan sederhana butuh persiapan, dan tidak boleh main-main. Aku akan berusaha mengambil hal ini sebagai pelajaran. "Haah", kini pun aku menghela nafas mengenang kejadian tadi.

Wednesday, November 3, 2010

Tidak Mengeluh dan Bersyukur





Hari ini adalah hari yang cerah sebelum mendung tiba. "Huh", pikirku, "Hari hujan lagi, hari ini aku harus pulang basah kuyup". Dari sekolah aku berusaha menceriakan diriku untuk pulang ke rumah. Aku pulang berdua temanku naik angkot langganan, yang supirnya tidak kenal kita dan kita tidak kenal supir. Ketika aku pulang dalam pikiranku terus berucap segala macam sumpah serapah kepada cuaca hari ini, "Sial!, sial!, sial!", padahal segala perkataan dalam pikiran yang abstrak tersebut tidak akan mampu mengubah awan yang ukurannya jauh lebih besar dan jauhnya jauh lebih jauh dari jangkauan tanganku ini. Aku berusaha tetap bersabar, apalagi aku telah dibuat kelaparan karena dinginnya cuaca.

"Beuhh", aku bergumam ketika aku sudah sampai tujuan. "Kiri bang!", sahutku memerintah supir angkot. Ketika aku turun, aku melihat sepanjang jangkauan mataku dan bergumam lagi, "tidak ada yang salah hari ini, kecuali cuaca". Aktifitas warga tetap normal walaupun hujan mengeroyok setiap jengkal bagian tubuh mereka.

Ibuku telah menunggu untuk menjemputku di tempat biasa dengan kuda besi setia andalanku yang tidak pernah pup sembarangan dan tidak pernah kawin lari seperti kucing temanku. Saat sudah siap diatas pelana, kuda pun mulai berjalan dan berlari menuju tujuan.

Saat ditengah perjalanan menuju rumah, beberapa bopung (Bocah Kampung) bersahutan sambil naik sepeda. Mereka tersenyum riang dan bermain dengan gembira bersama teman mereka. Aku teringat pada masa laluku. Masa laluku yang penuh dengan kepolosan anak kecil dan keriangan bermain. Aku teringat pada masa laluku yang tidak pernah mengeluh, tidak pernah marah, apalagi terhadap hujan yang merupakan nikmat Tuhan yang Maha Pemurah. Aku termenung, "Ah, coba kalau aku seperti dulu". Aku berandai-andai memikirkan kepolosan anak kecil yang lugu sambil berkaca kepada diriku sekarang. Aku merasa tidak lebih baik dari seorang anak kecil yang tidak pernah mengeluh dan selalu bersyukur. Sepertinya aku telah menyia-nyiakan banyak waktu dalam hidupku. Aku tidak bisa membuat sifat yang lebih baik, atau paling tidak mempertahankannya. Aku malah mengalami kemunduran dalam sifatku. Aku berharap aku bisa merubah sifatku, menghapus image buruk diriku, dan menulis kebaikan sebagai gantinya.

Aku pun sampai rumah, membawa pelajaran berharga yang kudapat tidak hanya disekolah, melainkan dijalanan, yaitu berusaha bersabar, tidak mengeluh dan mensyukuri segala apa yang kita dapatkan, karena kehidupan kita bergantung pada kita yang menjalaninya, apakah kita akan menganggap keburukan terhadap apa yang kita jalani atau kebaikan? Jawabannya terdapat pada realisasi anda dalam menghadapi kehidupan ini. Semoga Bermanfaat!